Perencanaan Pembangunan Peternakan/Pertanian
Direktorat Jenderal Peternakan menekankan bahwa pola perencanaan pembangunan Peternakan menganut prinsip sinergi antara pola top down policy dengan bottom up planning. Dengan pola ini sangat diharapkan bahwa kegiatan yang dilakukan benar-benar sesuai dengan tujuan nasional, potensi dan kebutuhan daerah (Ditjennak Peternakan, 2011).
Pembangunan peternakan mencakup berbagai kegiatan agribisnis, agroindustri, mulai dari hulu sampai hilir, yang memiliki omset besar dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 86 Triliun dan melibatkan 4 juta rumah tangga peternak. Potensi peternakan yang sangat besar di Indonesia seharusnya dapat dijadikan sebagai pemacu perekonomian untuk mensejahterakan bangsa. Hal itu dapat menjadi kenyataan apabila peternakan dijadikan platform pembangunan nasional. Untuk itu revitalisasi peternakan menjadi sangat penting. Ada beberapa keywords untuk mencapai keberhasilan pembangunan peternakan, yaitu: keberpihakan, koordinasi, sumberdaya manusia, dan investasi (Ditjennak Peternakan, 2011).
Keberpihakan. Revitalisasi peternakan memerlukan keberpihakan dari seluruh komponen bangsa, terutama politisi dan pengambil kebijakan agar menempatkan peternakan yang kaya potensi dan merupakan mata pencaharian mayoritas masyarakat, menjadi sub sektor yang perlu mendapatkan dukungan konkrit. Dukungan dapat berupa penyediaan infrastruktur, kebijakan moneter dan permodalan, asuransi, serta jaminan pemasaran yang adil. Dalam era globalisasi, tanpa adanya keberpihakan, keniscayaan tentang revitalisasi peternakan itu hanyalah angan-angan belaka (Ditjennak Peternakan, 2011).
Koordinasi. Pertanian termasuk peternakan didalamnya merupakan sektor dan subsektor yang sangat luas. Institusi yang terlibat amat banyak dan tersebar di lintas departemen. Akibat terlalu banyaknya yang ingin mengurus, berakibat sektor tersebut tidak terurus dengan baik. Koordinasi tidak berjalan dengan baik, sehingga program-program yang telah dicanangkan tidak dapat diselesaikan dengan tuntas dan berhasil. Filosofi tentang pembangunan peternakan harus benar-benar dipahami oleh berbagai pihak terkait, baik departemen teknis maupun institusi lainnya. Permasalahan klasik masih nampak yaitu masalah persamaan visi, leadership dan manajemen. Hal tersebut masih ditambah dengan euforia demokrasi dan reformasi, termasuk menonjolnya kepentingan kelompok yang tidak jarang mendistorsi kepentingan yang lebih besar (Ditjennak Peternakan, 2011).
Sumberdaya Manusia. Kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang masih rendah juga menjadi persoalan. Sebagian besar (sekitar 79,5%) SDM yang bekerja pada sektor pertanian adalah lulusan atau tidak tamat Sekolah Dasar. Kondisi tersebut menggambarkan pentingnya perhatian pemerintah dalam peningkatan kualitas SDM. Secara umum indeks pengembangan SDM Indonesia masih rendah (lebih rendah dibandingkan Sri Langka dan Vietnam). Investasi dalam peningkatan kualitas SDM adalah investasi jangka panjang yang mutlak dilakukan (Ditjennak Peternakan, 2011).
Investasi. Peningkatan iklim investasi terutama melalui jaminan keamanan, stabilitas politik dan kepastian hukum sangat dibutuhkan untuk revitalisasi peternakan, untuk mendorong pebisnis menanamkan modalnya di sektor agribisnis. Revitalisasi peternakan akan berjalan cepat sesuai harapan apabila key parties yaitu Academician, Businessman, and Government (ABG) dapat bersinergi dalam visi yang sama. Akademisi di semua instansi dan masyarakat harus menyumbangkan pemikiran/konsep pembangunan, teknologi, SDM yang berkualitas, dan menjadi moral force dalam percepatan pembangunan. Iklim investasi harus terus diperbaiki agar pebisnis dapat terpacu menanamkan modalnya di Indonesia dan mengisi program-programnya yang telah dicanangkan, sedangkan pemerintah harus mendorong pembangunan melalui kebijakan/peraturan yang tepat, pembangunan infrastruktur, memberikan prioritas dalam alokasi anggaran pendidikan dan menyelenggarakan pemerintahan yang bersih (good governance) (Ditjennak Peternakan, 2011).