Tuesday, November 1, 2011

Pajak dan Retribusi SubSektor Peternakan

Pajak dan Retribusi SubSektor Peternakan
Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari Negara.
 Pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (Kontra prestasi/balas jasa) secara langsung yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan ditinjau dari lembaga pemungutannya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu pajak pusat (disebut juga pajak Negara) dan pajak daerah, (Siahaan 2005 : 7).
Peran strategis pajak dan retribusi daerah memang telah memberikan kontribusi signifikan dalam sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi, perannya belum cukup kuat dalam menyokong APBD secara keseluruhan. Pajak dan retribusi daerah adalah pos dominan dalam PPendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD sangatlah kecil. Ini membuktikan bahwa kemandirian daerah dalam membiayai pembangunan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya sulit dilakukan. Dengan kata lain transfer dana dari pusat (DAU, bagi hasil pajak, dan dana lain dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan pembantuan) masih menjadi penerimaan dominan dalam pembiayaan daerah. Tidak signifikannya peran pajak daerah dalam APBD karena sistem tax assignment di Indonesia yang masih banyaknya pajak potensial yang dikuasai Pemerintah Pusat. Beberapa pajak potensial tersebut adalah pajak pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan bea masuk (Munawar, Islamil, 2002 : 3).
 Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa distribusi kewenangan perpajakan antara daerah dan pusat sangat timpang, yaitu jumlah penerimaan pajak yang dipungut oleh daerah hanya sebesar 3,45% dari total penerimaan pajak (Pajak Pusat dan Pajak Daerah). Ketimpangan dalam penguasaaan sumber-sumber penerimaan pajak tersebut memberikan petunjuk bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia dari sisi revenue assignment masih terlalu ”sentralistis”.  Kontribusi pajak dan retribusi daerah yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga terjadi di hampir semua kota dan kabupaten. Pos-pos penerimaan yang lain seperti laba BUMD dan pos penerimaan lain yang syah sumbangannya tidak lebih dari 40%. Bahkan di kabupaten/kota tertentu kontibusi pajak dan retribusi daerah hampir mencapai 90%. Terdapat alasan kuat memang, bahwa pajak dan retribusi yang signifikan merupakan jaminan kelangsungan pembiayaan pembangunan karena sumber tersebut relative aman dan stabil sepanjang tahun.
Namun demikian kebijakan pemerintah pusat yang distortif dalam tax system justru menjadikan ironi terhadap kebijakan ini. Distorsi sistem tersebut terdapat dalam 2 kebijakan yaitu sistem pola bagi hasil pajak yang memberikan porsi kecil kepada daerah dan penguasaan sumber-sumber pajak potensial oleh pusat Porsi kecil nampak dari prosentase bagi hasil pajak untuk daerah yang rasionya tidak lebih dari 50%, sedangkan penguasaan obyek pajak potensial oleh pusat misalnya dalam pajak penghasilan dan PBB. Kebijakan tersebut berdampak sulitnya bagi daerah untuk mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan. Sehingga tidak heran jika pemerintah daerah beramai-ramai menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan kebijakan ektensifikasi obyek dan tarif pajak daerah, yang seringkali justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan daerah, (Munawar, Islamil, 2002 : 4).

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 comments: on "Pajak dan Retribusi SubSektor Peternakan"

Post a Comment